Jumat, 13 Juni 2014

Kasus Bystander effect(sindroma Genovese)

Dalam Psikologi Sosial, gejala ini dinamakan Bystander effect, atau dinamakan juga sindroma Genovese, karena pertama kali dikemukakan oleh dua psikolog Amerika John Darley dan Bibb Latane (1968), berdasarkan suatu peristiwa tragis pada 1964 yang meminta korban jiwa seorang gadis New York bernama Kitty Genovese. Pada 13 Maret 1964, pukul 03.00 dini hari, Kitty Genovese (28), pulang ke apartemennya di daerah Queens, New York City.

Ketika itulah dia diserang oleh seorang pembunuh serial yang menusuknya berkali-kali. Kitty berteriak-teriak minta tolong, tetapi tidak seorang pun tetangga yang menolongnya. Seorang tetangga mendengarnya, membuka jendela, melongok keluar, si pembunuh lari, tetapi tetangga itu menutup lagi jendela dan si pembunuh datang lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Semua peristiwa itu berlangsung selama paling sedikit 30 menit, dan baru diketahui esok harinya. Menurut media massa, polisi mewawancarai tidak kurang 38 saksi yang mendengar atau melihat peristiwa itu, tetapi tidak satu pun yang turun tangan untuk menolong atau menelepon 911 (polisi).

Kasus ini kemudian menjadi contoh klasik dalam buku-buku dan kuliah-kuliah Psikologi Sosial di seluruh dunia. Peristiwa ini begitu mengejutkan buat orang New York ketika itu. Masyarakat pun heran dan marah. Mengapa orang-orang itu hanya bengong? Tetapi para psikolog bukan hanya heran, melainkan terus berusaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka membuat berbagai penelitian di laboratorium, dan hasilnya adalah bahwa memang kalau ada orang mendapatkan masalah/kesulitan/kemalangan, orang lain yang lewat atau ada di sekitar itu (bystanders) cenderung tidak peduli.

Mereka lanjut saja dengan kegiatan masing-masing.Yang menarik, adalah bahwa makin banyak bystanders makin besar juga ketidakpedulian mereka, dan pertanyaan yang kemudian timbul adalah, mengapa seperti itu (tidak bermoral, lebih kejam dari hewan) bisa terjadi? Beberapa psikolog mengemukakan teori bahwa makin banyak kehadiran orang lain, makin seseorang merasa dirinya tidak perlu dirinya ikut campur. Tentunya di antara orang-orang lain itu, akan ada saja yang membantu korban, atau karena merasa dirinya tidak mampu menolong, bukan ahlinya.

Biarlah dokter atau polisi yang mengurusnya. Sebagian lain juga berpikir bahwa jangan-jangan kalau dia ikut-ikutan malah timbul masalah dengan polisi dsb. Mereka mau main selamat saja. Padahal, semua orang tahu bahwa untuk menelepon ”911” untuk minta bantuan polisi, tidak diperlukan keahlian apa pun, dan kita sekarang tahu bahwa yang menolong Yue Yue hanyalah seorang pemulung, yang insya Allah, tidak sepandai mereka-mereka yang naik mobil atau sepeda motor.

Pakar lain mencoba menjelaskannya dengan teori overload, yaitu bahwa benak manusia (terutama yang sibuk, di kota-kota besar), sudah penuh sesak dengan berbagai urusan, sehingga enggan untuk memasukkan satu urusan lagi di kepalanya. Nah, hasil penelitian adanya kecenderungan untuk tidak menolong karena adanya banyak orang lain di situ, oleh para pakar psikologi sosial dinamakan Bystander effect. Kemudian ternyata teori Bystander effect ini diperkuat terus dengan bukti-bukti yang terjadi di lapangan. Pada Juni 2000, serombongan orang Puerto Rico yang mabuk, dalam pawai Hari Puerto Rico di Central Park, New York, tiba-tiba menjadi agresif secara seksual dan menyerang sekitar 60 perempuan.

Sedikitnya dua korban meminta bantuan polisi yang berjaga dekat situ, tetapi polisi-polisi itu diam saja (ternyata polisi AS lebih bego dari polisi Indonesia). Tidak ada seorang pun yang mencoba menelepon 911 atau menawarkan pertolongan. Pada 16 Juni 2008 di Turlock, California, Sergio Anguiar memukuli anaknya yang berumur dua tahun, di hadapan teman-temannya, kerabatnya, keluarganya, termasuk seorang komandan pemadam kebakaran sukarela. Semua diam saja, walaupun anak Anguiar hampir mati.

Akhirnya pacar komandan pemadam kebakaran menelepon 911 dan seorang polisi bernama Jerry Ramar datang dengan helikopter. Sambil menodongkan pistol, Ramar memerintahkan Anguiar untuk berhenti memukuli anaknya, yang dijawab Anguiar dengan ”menembak” Ramar dengan jarinya, dan Ramar membalasnya dengan menembaknya (dengan peluru betulan) di kepala.***


Kalau mau diteruskan, masih banyak contoh Bystander effect yang lain. Tengok saja di sekeliling kita. Di rumah sakit tertentu, pasien bisa telantar beberapa jam, tanpa ada yang menolong, walaupun banyak paramedis berlalu lalang. Gelandangan terbaring di kaki lima, sakit, kepanasan, kehujanan, tidak bergerak-gerak, dan ketika akhirnya ada yang menghampiri, dia sudah mati. Bahkan kalau perlu, Anda pun bisa bikin percobaan sendiri. Buatlah diri Anda seakan-akan sedang mendapat kesulitan di tengah orang banyak dan perlu pertolongan (misalnya pura-pura mencari sesuatu di lantai dan di bawah meja).


SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi UI

Tidak ada komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Posting Komentar