Dalam Psikologi Sosial, gejala ini dinamakan Bystander
effect, atau dinamakan juga sindroma Genovese, karena pertama kali dikemukakan
oleh dua psikolog Amerika John Darley dan Bibb Latane (1968), berdasarkan suatu
peristiwa tragis pada 1964 yang meminta korban jiwa seorang gadis New York
bernama Kitty Genovese. Pada 13 Maret 1964, pukul 03.00 dini hari, Kitty
Genovese (28), pulang ke apartemennya di daerah Queens, New York City.
Ketika itulah dia diserang oleh seorang pembunuh serial yang
menusuknya berkali-kali. Kitty berteriak-teriak minta tolong, tetapi tidak
seorang pun tetangga yang menolongnya. Seorang tetangga mendengarnya, membuka
jendela, melongok keluar, si pembunuh lari, tetapi tetangga itu menutup lagi
jendela dan si pembunuh datang lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Semua
peristiwa itu berlangsung selama paling sedikit 30 menit, dan baru diketahui
esok harinya. Menurut media massa, polisi mewawancarai tidak kurang 38 saksi
yang mendengar atau melihat peristiwa itu, tetapi tidak satu pun yang turun
tangan untuk menolong atau menelepon 911 (polisi).
Kasus ini kemudian menjadi contoh klasik dalam buku-buku dan
kuliah-kuliah Psikologi Sosial di seluruh dunia. Peristiwa ini begitu
mengejutkan buat orang New York ketika itu. Masyarakat pun heran dan marah.
Mengapa orang-orang itu hanya bengong? Tetapi para psikolog bukan hanya heran,
melainkan terus berusaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka
membuat berbagai penelitian di laboratorium, dan hasilnya adalah bahwa memang
kalau ada orang mendapatkan masalah/kesulitan/kemalangan, orang lain yang lewat
atau ada di sekitar itu (bystanders) cenderung tidak peduli.
Mereka lanjut saja dengan kegiatan masing-masing.Yang
menarik, adalah bahwa makin banyak bystanders makin besar juga ketidakpedulian
mereka, dan pertanyaan yang kemudian timbul adalah, mengapa seperti itu (tidak
bermoral, lebih kejam dari hewan) bisa terjadi? Beberapa psikolog mengemukakan
teori bahwa makin banyak kehadiran orang lain, makin seseorang merasa dirinya
tidak perlu dirinya ikut campur. Tentunya di antara orang-orang lain itu, akan
ada saja yang membantu korban, atau karena merasa dirinya tidak mampu menolong,
bukan ahlinya.
Biarlah dokter atau polisi yang mengurusnya. Sebagian lain
juga berpikir bahwa jangan-jangan kalau dia ikut-ikutan malah timbul masalah
dengan polisi dsb. Mereka mau main selamat saja. Padahal, semua orang tahu
bahwa untuk menelepon ”911” untuk minta bantuan polisi, tidak diperlukan
keahlian apa pun, dan kita sekarang tahu bahwa yang menolong Yue Yue hanyalah
seorang pemulung, yang insya Allah, tidak sepandai mereka-mereka yang naik
mobil atau sepeda motor.
Pakar lain mencoba menjelaskannya dengan teori overload,
yaitu bahwa benak manusia (terutama yang sibuk, di kota-kota besar), sudah
penuh sesak dengan berbagai urusan, sehingga enggan untuk memasukkan satu
urusan lagi di kepalanya. Nah, hasil penelitian adanya kecenderungan untuk
tidak menolong karena adanya banyak orang lain di situ, oleh para pakar
psikologi sosial dinamakan Bystander effect. Kemudian ternyata teori Bystander
effect ini diperkuat terus dengan bukti-bukti yang terjadi di lapangan. Pada
Juni 2000, serombongan orang Puerto Rico yang mabuk, dalam pawai Hari Puerto
Rico di Central Park, New York, tiba-tiba menjadi agresif secara seksual dan
menyerang sekitar 60 perempuan.
Sedikitnya dua korban meminta bantuan polisi yang berjaga
dekat situ, tetapi polisi-polisi itu diam saja (ternyata polisi AS lebih bego
dari polisi Indonesia). Tidak ada seorang pun yang mencoba menelepon 911 atau
menawarkan pertolongan. Pada 16 Juni 2008 di Turlock, California, Sergio
Anguiar memukuli anaknya yang berumur dua tahun, di hadapan teman-temannya,
kerabatnya, keluarganya, termasuk seorang komandan pemadam kebakaran sukarela.
Semua diam saja, walaupun anak Anguiar hampir mati.
Akhirnya pacar komandan pemadam kebakaran menelepon 911 dan
seorang polisi bernama Jerry Ramar datang dengan helikopter. Sambil menodongkan
pistol, Ramar memerintahkan Anguiar untuk berhenti memukuli anaknya, yang
dijawab Anguiar dengan ”menembak” Ramar dengan jarinya, dan Ramar membalasnya
dengan menembaknya (dengan peluru betulan) di kepala.***
Kalau mau diteruskan, masih banyak contoh Bystander effect
yang lain. Tengok saja di sekeliling kita. Di rumah sakit tertentu, pasien bisa
telantar beberapa jam, tanpa ada yang menolong, walaupun banyak paramedis
berlalu lalang. Gelandangan terbaring di kaki lima, sakit, kepanasan,
kehujanan, tidak bergerak-gerak, dan ketika akhirnya ada yang menghampiri, dia
sudah mati. Bahkan kalau perlu, Anda pun bisa bikin percobaan sendiri. Buatlah
diri Anda seakan-akan sedang mendapat kesulitan di tengah orang banyak dan
perlu pertolongan (misalnya pura-pura mencari sesuatu di lantai dan di bawah
meja).
SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar